Kamis, 04 April 2013

Pertanian - pengendalian penyakit VSD pada kakao


PENGENDALIAN PENYAKIT VASCULAR STRIKE DIEBACK (VSD) 

I. PENDAHULUAN
Di Indonesia vascular-streak dieback (VSD) untuk pertama kali ditemukan di Pulau Sebatik, di perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur, pada tahun 1983. Pada tahun 1984 penyakit ditemukan di Maluku dan Sulawesi Tenggara (Anon., 1987a; Soenaryo dan Sri Soekamto, 1985; Wardoyo dan Parawirosoemardjo, 1985). Pada tahun1985 mendadak penyakit ditemukan di Perkebunan Bunisari-Lendra. Garut, Jawa Barat. Setelah dilakukan pengamatan dengan teliti diketahui bahwa VSD juga sudah terdapat dijawa Timur dan Jawa Tengah. Seterusnya menurut Pawirosoemardjo dan Purwantara (1992) VSD telah ditemukan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.
           Penyakit telah dikenal di Malaysia Barat sejak tahun 1956. Seterusnya pada tahun 1960 penyakit ditemukan di Papua Nugini, dan pada tahun 1970 di sabah.
           Karena merupakan penyakit baru, di Indonesia besarnya kerugian karena penyakit ini belum diketahui. Di Malaysia penyakit menimbulkan kerugian 10-35% (Chan dan Wazir, 1976), sedang di Papua Nugini 25-40% (Byrne,1976).
            Walaupun pada tahun 1992 serangan VSD di Sumatera Utara sudah diberitakan, tetapi kemudian serangan penyakit tersebut tidak ditemukan di lapangan. Bulan Juni 2010 diperoleh kembali berita dari petugas lapangan bahwa VSD telah ada di Sumatera Utara. Untuk memastikan hal tersebut telah dilakukan peninjauan langsung ke lapangan oleh staf Laboratorium Lapangan BBP2TP Medan. Hasil peninjauan tersebut memang membuktikan bahwa VSD telah berkembang di beberapa kebun kakao di Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Asahan. Untuk mengetahui bagaimana luas serangan VSD saat ini di Sumatera Utara perlu dilakukan survey diseluruh kabupaten di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Batu Bara, Asahan dan kabupaten lain yang berdekatan.

II. GEJALA SERANGAN PENYAKIT 
1. Gejala serangan dan kerusakan
Penyakit Vascular Streak Diaback (VSD) disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane. Di Malaysia kerugian hasil karena penyakit VSD diduga mencapai 3-60 persen (Shepherd, 1977). Pada tanaman yang toleran serangan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.
Tanaman yang terserang jamur O. theobromae menunjukkan gejala meranting (mati ranking). Gejala khusus penyakit VSD adalah :
1.1. Adanya daun-daun menguning dengan bercak-bercak berwarna hijau, biasanya daun tersebut terletak pada seri daun kedua atau ketiga dari titik tumbuh. Daun akhirnya gugur beberapa hari setelah menguning.  Pada ranting terserang satu atau dua daun gugur sedang beberapa daun di sebelah bawah dan sebelah atasnya masih lengka,sehingga tampak gejala ranting ompong. Gejala menguningnya daun mulai terlihat tiga sampai lima bulan setelah spora jatuh pada daun yang bersangkutan, sewaktu daun masih sangat muda. 
 
Gambar 1. Gejala VSD : Ranting berdaun ompong
1.2. Pada bekas duduk daun bila disayat terlihat tiga buah noktah berwarna coklat kehitam-hitaman.
 
Gambar 2. Gejala VSD : pada bekas tangkai daun (kelihatan 3 titik coklat) 
 
Gambar 3. Gejala VSD : pada tangkai daun (jaringan kayu mati) 
1.3.    Bila ranting dibelah membujur terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem yang bermuara pada bekas duduk daun. Lentisel diranting sakita membesar dan relatif kasar.
 
Gambar 4. Gejala VSD :  Jaringan kayu (xylem) mati dan berwarna coklat kehitaman 
1.4.  Kadang-kadang dijumpai daun menunjukkan gejala nekrose diantara tulang daun seperti gejala kekurangan unsur Calsium. Gangguan ini akan segera menyebabkan gugur daun dan mati ranting.
 
Gambar 6. Gejala VSD : Warna daun seperti kekurangan Calsium 
1.5.    Pada serangan lanjut, kematian jaringan dapat menjalar sampai ke cabang atau bahkan ke batang pokok. Hal ini akan mempengaruhi produksi tanaman kakao. 
III. PENYEBARAN, DAUR HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PENYAKIT 
1. Penyebaran Penyakit
   Penyakit menular dari pohon satu ke pohon yang lain melalui spora yang diterbangkan oleh angin pada tengah malam hari. Spora-spora sangat peka terhadap cahaya dan menjadi tidak infektif setelah terkena sinar matahari selama 30 menit (Keane, 1981). Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila tersedia air dan akan tumbuh masuk ke dalam jaringan xylem. Setelah 3-5 bulan baru tampak gejala daun menguning dengan bercak hijau, daun-daun tersebut sangat mudah gugur, sehingga menyebabkan mati ranting. Pada saat itu jamur masih tetap tumbuh dalam jaringan tanaman dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Penyakit VSD lebih mudah terbesar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tersebar merata sepanjang  tahun dari pada di daerah beriklim kering.
2. Daur Penyakit,
    0. theobromae membentuk basidiospora yang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin. Dengan cara ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan tinggi pada umumnya hanya terjadi bila udara tenang. Chan dan Wasir (1976) memperkirakan bahwa spora tidak akan tersebar lebih dari 200 m. Infeksi hanya dapat terjadi pada daun muda yang belum mengeras. Spora berkecambah dan jamur mengadakan penetrasi melalui epidermis, mesofil, selanjutnya ke tulang daun.
Mengingat jamur penyebab penyakit ini terdapat dalam berkas pembuluh, diperkirakan bahwa jamur mudah terbawa dalam bahan tanaman, seperti setek dan mata okulasi. Namun bukti mengenai hal ini belum terdapat. Dikatakan bahwa setek yang diambil dari ranting sakit ternyata tidak dapat tumbuh (Chan dan Wazir,1976).
Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti bahwa jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang sakit dapat tumbuh seperti biasa dan tidak berkembang menjadi tanaman sakit (Chan dan Wazir,1976).
Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadi inang bagi jamur ini. VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika) dan hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di banyak daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun. Disimpulkan bahwa tentunya 0. theobromae berasal dari tumbuhan pribumi dalam flora Asia Tenggara, dan dari sini jamur menyesuaikan diri pada kakao yang diimpor. Sampai sekarang tumbuhan asli yang dapat menjadi inang. 0ncobasidium itu belum ditemukan (Keane, 1992;Prior, 1992).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit.
Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat (Prior, 1977). Hal ini disebabkan karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati karena sinar ultra violet pada siang hari.
Dari pengamatan-pengamatan di Indonesia diketahui bahwa VSD lebih banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang terdapat pada kakao mulia (edel, Trinitario). Klon DR 1 lebih tahan ketimbang DR 2 dan DR 38. Juga tampak bahwa tipe Amelonado lebih rentan dari pada kakao Upper Amazon dan Trinitario (Keane dan  Prior, 1992).
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini (Prior, 1977) diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal, dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil. Klon-klon yang pada pertengahan tahun 1960-an terbukti tahan, sampai sekarang belum tampak mundur ketahanannya (Keane dan Prior, 1992).
Demikian juga di Malaysia Chan dan Wazir (1976) menyatakan bahwa kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan daripada Amelonado dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa hal ini disebabkan karena Upper Amazon dan Trinitario lebih kuat pertumbuhannya, sehingga mampu membentuk ranting-ranting baru untuk mengganti yang mati karena penyakit. 
IV. PENGENDALIAN PENYAKIT 
1. Pangkasan Sanitasi
Pengendalian penyakit VSD di daerah basah (tipe curah hujan B di Sumatera Utara, Jawa Barat) dengan pangkasan sanitasi 2 minggu sekali (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1987) dan di daerah kering (tipe curah hujan D di Jawa Timur) dengan pangkasan 1-3 bulan sekali ternyata efektif.
Pemangkasan bertujuan untuk menghilangkan ranting atau cabang sakit yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelembapan kebun. Untuk menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau cabang dipotong 30 cm dibawah pangkal garis cokelat yang tampak dalam kayu. Dalam keadaan yang parah usaha sanitasi ini cukup mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering menyebabkan tanaman sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu dibakar atau diangkut dari kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan membentuk tubuh buah ranting yang sudah dipotong.
Pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit sampai batas garis cokelat pada xylem ditambah 30 cm. Berdasarkan pengalaman seperti tersebut maka disusun cara pengendalian seperti pada Tabel 1. di bawah ini. 
Tabel 1. Cara pengendalian penyakit VSD pada beberapa intensitas serangan di daerah beriklim kering dan  basah 
Intensitas serangan ditentukan berdasarkan persentase ranting sakit dan kerusakan pada xylem.
Ringan       :  Jumlah ranting sakit <10 persen dan jamur menyerang
                     hanya sampai pada cabang tersier
Sedang      : Jumlah ranting sakit 10-30 persen dan jamur menyerang
                     sampai pada cabang sekunder.
Berat         :  Jumlah ranting sakit >30 persen dan jamur menyerang
            sampai pada cabang primer atau batang pokok. 
2. Penanaman klon toleran
Kultivar kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa dewasa ini ( DR  1, DR 2, DR 38, DRC 13, dan DRC 16), semuanya termasuk Trinitario yang mempunyai ketahanan yang cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan antara lain adalah ICS 60 x Sca 6, DR 2 x Sca 12, Sca 12 x ICS 60, ICS 60 x Sca 12, DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, dan Sca 6 x ICS 6 (Anon., 1987a; Iswanto dan Winarno, 1992; Soenaryo dan Soedarsono, 1980; Soenaryo dan Sri-Sukamto, 1985).
Sulistiowaty (2006) menganjurkan untuk penanaman baru digunakan hibrida/klon yang toleran misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6, Sca 12 x ICS 60, Sca 6 x ICS 6, klon DRC 15
3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman
            Memperbaiki kultur teknik tanaman dengan perbaikan drainase, pemangkasan pelindung, penjarangan jarak tanam dan pemberian pupuk berimbang dapat mengurangi intensitas serangan penyakit. Pemangkasan membantu mengurangi kondisi gelap dalam kebun. Kondisi gelap dapat membantu perkembangan penyakit. Pada tanaman yang terserang pemberian pupuk N, P dan K harus dilakukan sesuai jadwal pemupukan. Pemupukan dapat membantu memulihkan kondisi pertumbuhan tanaman. Khusus pupuk Kalium dapat diberikan 1,5 kali dosis normal. Kalium dapat meningkatkan kekerasan sel dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.
4. Penggunaan fungisida
Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dianjurkan, karena jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem), sehingga sukar dicapai oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi melalui daun muda yang tumbuh dengan cepat, sehingga sukar dilindungi dengan protektan secara merata. Fungisida sistemik yang cocok pun belum ditemukan. Pada umumnya fungisida sistemik yang ada dewasa ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis (floem), jadi tidak akan mengenai jamur.
Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai bitertanol atau propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b). Bahkan Varghese  et  al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa senyawa triazol dapat dipakai dalam kebun dewasa untuk mengurangi aras sumber penyakit dan intensitas penyakit.
            Fungisida kimia dan ZPT (b.a.Azoksistrobin 200 gl dan Difenokonazol 125 g/l) sedang di uji coba perusahaan Sygenta di Sumatera Utara (Batu-bara). Fungisida ini  diinformasikan perusahaan tersebut sukses mengendalikan VSD di Sulawesi.
5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis
            Penggunaan jamur dan bakteri antagonis seperti jamur Trichoderma dan bakteri Pseudomoinas flourensens (PF) untuk mengendalikan jamur O. theobromae perlu diuji lebih mendalam untuk mendapatkan teknik pengendalian secara hayati yang lebih efektif dan aman terhadap lingkungan.      
6. Pengelolaan Pembibitan Kakao
Dianjurkan agar pembibitan kakao dibuat jauh dari kebun yang berpenyakit agar pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan menaruh bibit di bawah pohon kakao yang berpenyakit. 
7. Tindakan karantina
Tindakan karantina yang tegas perlu diterapkan terhadap pemindahan bahan tanaman dari daerah serangan. Tindakan ini sangat penting untuk mengurangi penyebaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA 
Keane, P.J. (1981).      Epidemiology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Ann. Appl. Biol., 98 : 227-241. 
Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara (1987). Occurrence and control of Vascular Streak Dieback of cocoa in Java and Southeast Sulawesi, In Workshop on assessment of Plant Protection Risks for Cocoa. Lembang, Indonesia, 28th September-2nd October 1987, 15 p. 
Prior, C. (l977). Vascular Streak Diaback Disease in Papua New Guinea. 6th I International cocoa Research Conference.Caracas, Venezuela, Nov. 1977, 300-311. 
Soemangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta University Press. Yogyakarta. 
Sri-Sukamto & Y.D. Junianto. (1986). Evaluasi perkembangan penyakit VSD di Jawa. Balai Penelitian Perkebunan Jember, 21 p. 
Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006). Pengelolaan Organisme Penggangu Tanaman Kakao Secara Terpadu. Makalah Pertemuan Regional Perlindungan Tanaman Perkebunan se Sumatera di Bukit Tinggi.  
Sunanto, H. (1994). Coklat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Proposal bantuan beasiswa penyelesaian akhir studi s1


Kepada Yth,
Bupati Kab.Tojo Una-Una
Bapak H. Damsik Ladjalani
Di- Ampana

Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan berakhirnya pendidikan strata satu (S1),  sementara dukungan Material dari keluarga tidak mencukupi. Untuk itu, maka saya harus memikirkan segala sesuatu sumber dana tambahan biaya dalam penyelesaian pendidikan. Maka saya yang bertanda tangan sebagai berikut :
Nama                     : Moh.Salim S.tarima
Alamat                   : Desa Nggawia, Kecamatan Tojo Barat
TTL                        : Nggawia, 09 April 1988
No HP                    : 085394624336
Dengan ini bermaksud untuk mengajukan permohonan bantuan dalam rangka untuk menyelesaikan studi S-1 di  Universitas Sintuwu Maroso Poso, Fakultas Pertanian, Program Studi Agrteknologi.
Sebagai bahan perlengkapan permohonan yang saya ajukan, bersama ini saya lampirkan sejumlah berkas dan rincian pengunaan biaya pendukung untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
Demikian surat permohonan ini saya buat. Dengan penuh pengharapan kiranya saya dapat menerima bantuan dari bapak yang dalam hal ini dikhususkan untuk calon sarjana kurang mampu. Atas pertimbangan bapak saya sampaikan banyak terima kasih.


 



Nggawia, 12 November 2012
MENGETAHUI :

Hormat saya


MOH. SALIM S. TARIMA
Orang Tua Wali


SAYUTI TARIMA
Kepala Desa Nggawia


ABD. HAMID L. MIDU

 

PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas anugrah yang di berikan kepada saya sehingga saaya bisa melanjutkan jenjang pendidikan di Universitas. Rasa syukur yang saya pahami adalah mampu memanfaatkan sesuatu yang dianugrahkan Allah SWT menurut kehendaknya. Agar sesuatu yang baik akan menjadi lebih baik lagi terutama dari segi hakekat, nilai, wujud, dan manfaatnya dimasa yang akan datang.
Harus diakui, kulturalisasi peran sumber daya manusia sangat penting dan cukup menentukan serta menjadi prioritas sendiri, maka perlu merealisasikannya dengan memberikan perhatian dan pembinaan yang serius pada sektor intelektualitas. Perhatian khusus adalah penekanan motivasi para kader generasi muda daerah untuk terus melanjutkan jenjang pendidikannya secara kontiniutas dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektualisasinya serta mampu beraktivitas secara profesional yang tinggi sehingga mereka dapat membuktikan eksistensinya sebagai putra daerah.
Disadari, bahwa peningkatan SDM dalam realita pelaksanaanya dirasakan sangat berat karena disamping membutuhkan biaya yang banyak juga memakan waktu yang lama. Untuk itu kita semua dituntut untuk mempunyai tekad yang sungguh-sungguh dan semangat juang yang tinggi serta menyatakan pendapat yang sama, keinginan yang sejalan bahwa peningkatan kualitas SDM merupakan suatu yang sangat penting dan menjadi tanggung jawab kita bersama.
2.        Maksud dan Tujuan
Menyadari bahwa kepercayaan yang diberikan kepada saya tersebut merupakan suatu amanah yang harus saya buktikan secara bertanggung jawab, sementara dukungan moril dan ekonomi dari keluarga tidak mencukupi. Untuk itu, saya mohon bantuan kepada Bapak Bupati Tojo Una-Una kiranya berkenan memberikan bantuan dana tambahan kepada saya untuk membiayayai kebutuhan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1).
Adapun dana yang dibutuhkan adalah Rp. 4.065.000,- (Empat Juta Lima Belas Ribu Rupiah).      
3.        Penutup
Demikianlah proposal ini saya sampaikan kepada Bapak atas bantuan Bapak sangat saya harapkan. Semoga Allah SWT memberikan rezki yang barokah serta dapat menjadikan amal jariyah bagi Bapak khususnya. Amin Ya Robbal A’lamin.